Jumat, 26 Juni 2015

Laproan Praktikum Zoologi Invertebrata V Platyhelminthes



PRAKTIKUM V

Topik                   : Platyhelminthes
Tujuan                 : 1. Mengetahui ciri morfologi dari phylum Platyhelminthes.
                               2. Mengamati cara gerak/jarak tempuh Platyhelminthes
                                    (Planaria).
                               3. Mengamati bagian – bagian tubuh/ciri morfologi dari
                                    Fasciola hepatica.
Hari/ Tanggal       : Kamis/ 26 Maret 2015
Tempat                : Laboratorium Biologi FKIP PMIPA Unlam Banjarmasin

I.                   ALAT DAN BAHAN
ALAT         :
1.      Mikroskop
2.      Kaca benda
3.      Kaca penutup
4.      Kertas millimeter
5.      Pinset
6.      Kaca Arloji
BAHAN   :
1.      Planaria sp.
2.      Fasciola hepatica

II.                CARA KERJA
Cara mendapatkan Planaria sp. : habitat di perairan sungai, danau yang jernih, aliran air tidak terlalu deras dan dangkal, memberikan potongan daging atau cacing tanah kecil pada sela – sela batu dan dan tidak terbawa aliran air, menunggu beberapa saat.
A.    Planaria sp.
1.      Mengamati Planaria sp. yang diletakkan pada cawan petri, yang telah di beri sedikit air dengan menggunakan loupe, menggambarlah morfologi hewan tersebut dan amati bagaimana cara geraknya.
2.      Meletakkan kertas millimeter di bawah cawan petri, mencatat waktu yang di perlukan untuk bergerak/berjalan dalam jarak 1 cm.
B.     Fasciola hepatica
Meletakkan preparat/awetan Fasciola hepatica, mengamati di bawah mikroskop struktur anatomi Fasciola hepatica, bagian mulut (anterior), system pencernaan, saraf, kelenjar vitellin, organ reproduksi dan menggambarkan serta memberi keterangan

III.              TEORI DASAR
Platyhelminthes berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut : tubuh bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem syaraf  yang bersistem tangga tali, yang terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior  dan sepasang atau lebih syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus. Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
Anggota dari Phylum ini yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari sekian itu berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum Platyhelminthes dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas  Turbelaria, kelas Trematoda dan kelas Cestoda.
1)      Kelas Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
            Permukaan tubuhnya bersilia, dan ditutupi oleh epidermis yang bersintium, hampir semua anggota kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa yang hidup secara ektokomensalis atau secara parasit,  tubuhnya dibagi atas segmen-segmen. Sebagian dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar, disamping itu juga dilengkapi dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa (lendir) Riwayat hidup cacing ini sangat sederhana. Contoh : Planaria, Bipalium.
2)      Kelas Trematoda (cacing hisap)
            Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat penghisap oral dan ventral. Hampir semua Trematoda bersifat parasit terhadap hewan vertebrata baik secara ekto maupun secara endoparasit. Tubuhnya tidak dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali fase larvanya). Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Contoh : Fasciola hepatica, Schistosoma japonicum.
3)      Kelas Cestoda (cacing pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya  terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid yang ukurannya makin besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia solium.
Cacing Planaria merupakan contoh dari Class Turbelaria. Planaria memiliki tubuh yang pipih, hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentuk seperti mata, dan mempunyai auricle. Sedangkan pada Fasciola hepatica juga  memiliki tubuh yang pipih, tidak bersegmen, pada bagian mulut terdapat penghisap dan terkadang memiliki pengait. Biasanya hewan ini hermafrodit.
Turbellaria yang hidup bebas di air atau di tempat yang lembap: Trematoda yang hidup sebagai parasit, dan Cestoda yang hidup sebagai parasit di dalam usus Vertebrata. Fasciola hepatica termasuk dalam kelas Trematoda.
Mulut Fasciola hepatica terletak di tengah-tengah alat isap depan. Makanannya terdiri dari jaringan tubuh atau cairan tubuh tuan rumahnya yang diisap oleh alat hisapkemudian melalui mulut masuk ke dalam saluran pencernaannya. Kelas Trematoda dibagi menjadi dua ordo, yaitu : Monogenea dan Digenea. Jenis Monogenea hanya memiliki satu tuan rumah saja Telurnya yang dilepas ke dalam air tidak banyak jumlahnya, bahkan kadang-kadang hanya satu butir saja. Larva yang terjadi langsung melekat pada tuan rumahnya,  banyak sekali larva yang semacam itu sehingga dapat mematikan banyak anak ikan., misalnya jenis Gyrodactylus yang hdup pada sirip, kulit, dan insang ikan mas. Jenis hewan dalam ordo ini merupakan parasit luar (ektoparasit) Vertebrata ; pada manusia belum pernah didapat.

V.                   ANALISIS DASAR
1)      Planaria sp.
Klasifikasi       :
Kingdom          : Animalia
Pylum               : Platyhelminthes
Classis              : Turbellaria
Ordo                 : Tricladida
Family              : Tricladidae
Genus               : Planaria
Species             : Planaria sp.
(Sumber : Verma, P.S., 2002)
              Pada praktikum kali ini, digunakan spesies Planaria sp. sebagai salah satu anggota dari phylum Platyhelmintes dan termasuk kelas Turbellaria (cacing berbulu getar), yang digunakan untuk untuk mengenal ciri-ciri morfologi dari phylum Platyhelminthes.
              Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa Planaria sp. merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam kelas Turbellaria (cacing berbulu getar). Planaria sp. memiliki habitat di perairan, genangan air, kolam atau sungai yang bersih. Biasanya cacing ini menempel di batuan yang terdapat di dalam air.
              Planaria sp. memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil. Bentuk tubuhnya adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk agak meruncing. Panjang tubuh cacing pipih ini sekitar 5-25 mm. Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya ditemukan sepasang bintik mata yang sensitif terhadap rangsangan sinar. Oleh karena itu, Planaria sp. dapat membedakan gelap dan terang, namun demikian Planaria sp. tidak dapat melihat.
              Pada bagian pertengahan tubuh Planaria sp. bagian ventral ke arah ekor, ditemukan lubang mulut. Sedangkan di bagian kepala yaitu di bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang menyerupai telinga yang biasa disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat bagian tubuh menyempit yang menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral ditemukan zona adesif. Zona adesif tersebut menghasilkan lendir yang liat, yang berfungsi untuk melekatkan tubuh cacing ini ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral daripada tubuh ditutup oleh rambut-rambut getar halus yang berfungsi dalam pergerakan.
              Planaria sp. akan menghindarkan diri apabila terkena sinar yang kuat karena Planaria sp. peka terhadap rangsangan cahaya matahari maka organ – organ tubuh Planaria sp.akan terbakar dan Planaria sp. akan mati. Oleh karena itu, pada siang hari cacing itu melindungkan diri di bawah batu-batu atau daun. Biasanya cacing ini hidup berkelompok antara 6-20 ekor.
              Planaria sp. melakukan dua macam gerakan, yaitu gerak merayap dan gerak meluncur. Planaria sp. mempunyai arah tubuh tubuh yang jelas, yaitu arah : anterior–posterior dan dorsal–ventral. Planaria sp.  hidup berpindah tempat mengikuti arus air yang jernih yang mengalir apabila tempat tinggalnya mengalami kekeringan maka Planaria sp. berpindah tempat. Setelah kekeringan selesao Planaria sp. akan ada kembali.
              Sistem saluran pencernaan makanan Planaria sp. terdiri dari : mulut, pharynx, esofagus dan usus. Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak ke arah ekor. Sistem eksresi pada Planaria sp. terdiri dari pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyam-anyaman dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api atau flame-cell. Flame sel atau sel api tersebut terletak tersebar di antara sel-sel tubuh lainnya terutama di bagian mesenkim. Adapun fungsi sel-sel api ini adalah sebagai alat ekskresi yaitu membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme zat nitrogen dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
              Planaria sp. sudah memiliki alat indera yang berupa bintik mata dan indera aurikel, yang keduanya terletak di bagian kepala. Planaria sp. bersifat hermafrodit, yaitu terdapat alat kelamin jantan maupun alat kelamin betina dalam satu individu. Planaria sp. berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Dengan cara seksual Planaria sp. bereproduksi dengan melakukan perkawinan silang dengan Planaria sp. lainnya. Dengan cara aseksual Planaria sp. bereproduksi dengan cara membelah diri.

2)      Fasciola hepatica
Klasifikasi  :
Kingdom    :  Animalia
Phylum       :  Platyhelminthes
Classis        :  Trematoda
Ordo           :  Digenea
Familia       :  Digeniadae
Genus         :  Fasciola
Species       :  Fasciola hepatica
( Sumber : Hegner, 1968 )
            Pada praktikum kali ini, digunakan spesies Fasciola hepatica sebagai salah satu anggota dari phylum Platyhelmintes dan termasuk kelas Trematoda (cacing isap), yang digunakan untuk untuk mengenal ciri-ciri morfologi dari phylum Platyhelminthes.
            Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum ini, lendir yang terdapat dalam cangkang keong air tawar (Helix pomatia sp.) yang dipecahkan, kemudian diamati dengan mikroskop, kami menemukan fase hidup dari cacing hati (Fasciola hepatica) yaitu fase sporokista dan fase serkaria Menurut literatur, cacing ini dapat menghasilkan telur sampai 500.000 butir telur. Telur yang dihasilkan keluar dar hati sapi ke usus sapi melalui saluran empedu dan di usus akan bercampur dengan kotoran. Jika sapi mengeluarkan kotoran, telur-telur cacing akan ikut keluar dan menetas di parit atau di sungai. Telur yang menetas tersebut akan menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Larva tersebut dapat berenang hingga bertemu dengan siput air. Kemudian larva tersebut menempel pada mantel siput. Di dalam tubuh siput, mirasidium kemudian berubah menjadi sporokista. Sporokista secara partenogenesis (menghasilkan individu tanpa perkawinan) akan menghasilkan larva lain yang disebut redia. Selanjutnya, redia melakukan partenogenesis menghasilkan beberapa larva ketiga yang disebut serkaria. Semua proses itu berlangsung di tubuh siput air. Sporokista dan redia memperbanyak diri secara aseksual. Sporokista menghasilkan banyak redia dan redia menghasilkan banyak serkaria. Namun, berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, kami tidak menemukan satu pun bentuk daur hidup cacing hati (Fasciola hepatica) pada lendir yang terdapat dalam tubuh siput air.
            Fasciola hepatica atau yang sering dikenal dengan nama cacing hati, karena cacing ini hidup di hati inangnya. Fasciola hepatica termasuk kedalam class Trematoda yang mempunyai ciri-ciri yaitu: tubuhnya tidak bersilia jika dewasa tetapi berkutikula, semua anggotanya hidup parasit, tipe hidup kompleks dan mempunyai alat hisap. Bentuk tubuh cacing ini agak oval, panjangnya mencapai 3-5 cm. Struktur tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Cacing hati dewasa berwarna merah tua. Fasciola hepatica merupakan cacing yang pada fase dewasanya hidup sebagai parasit dalam kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan hewan ternak lainnya, dan kadang-kadang juga ditemukan pada inang.
            Pada penampang memanjang Fasciola hepatica menunjukkan strukturnya yang mempunyai badan berdinding terdiri dari kulit jangat yang berisi spinules, lapisan otot dan mesenchyme. Yang mana di depan mulut terdapat alat penghisap dan pada sisi cabangnya terdapat acetubulum. Uterus, exeroty saluran pipa, ootype, vitellaria dan kelenjar mehinis’s adalah kelihatan.
            Letak Mulut pada Fasciola hepatica berada dibagian anterior. Di sekitar mulut terdapat alat penghisap (sucker). Alat penghisap ini juga terdapat di daerah ventral yang berfungsi sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan telur. Lubang ekskresi terletak agak dekat dengan akhir posterior.
            Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan erat pada hospes. Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : 1) lapisan luar melingkar, 2) lapisan tengah, dan  3) lapisan dalam yang diagonal.
            Fasciola hepatica bersifat hermafrodit, yaitu memiliki alat reproduksi jantan dan betina dalam satu individu yang sama. Alat reproduksi jantannya terdiri dari sepasang testis, dua pembuluh vas diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Sedangkan alat reproduksi pada betina terdiri dari saluran tunggal ovarium, saluran oviduct, kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
            Sistem ekskresi pada Fasciola hepatica berupa sel-sel api (flame cell) dan dapat juga melalui saluran utama yang mempunyai lubang pembuangan keluar. Sistem sarafnya berupa sejumlah ganglion yang berfungsi sebagai otak (bertindak sebagai susunan saraf serta mengkoordinir segala aktivitas tubuhnya).
            Pada larva Miracidium muncul dari telur yang subur dan hidupnya bebas. Mirasidium yang mikroskopik, dorsoventral, berbentuk kerucut dalam keadaan bebas larva tersebut melangkah berenang. Badannya ditutupi dengan cilia yang seragam. Cilia itu mempunyai suatu lapisan luar/dari sel bersudut enam, mengatur di lima baris, di bawah lapisan ini adalah suatu lapisan otot tipis/encer. Di depan dan akhir produksi ke dalam suatu cuping berbentuk kerucut, apiccal papilla. Struktur internal, kelenjar/penekan apikal, cephalik,otak, dua bintik mata, dua sel api dan benih sel bersifat elementer jelas dilihat. Larva miracidium berenang mencari-cari suatu rumah intermediate yang mana adalah Limnea truncatulauntuk sekitar 4-30 jam. Apabila tidak dikocok dengan rumah yang ditempatinya, maka larva tersebut itu akan mati. Setelah memperoleh rumah yang pantas, lalu larva menembus ke dalam jaringan oleh papilla apikal.
            Fasciola hepatica hidup parasit pada hati hewan ternak seperti kambing, biri-biri, dan sapi. Di dalam tubuh hewan tersebut terdapat telur cacing yang sudah dibuahi kemudian telur tersebut keluar bersama fases dari hewan ternak tersebut. Jatuh di tempat lembab atau air. Telur berkembang menjadi mirasidia ( mempunyai rambut getar diseluruh permukaan tubuhnya sehingga dapat berenang bebas ). Apabila mirasidia bertemu dengan siput, maka mirasidia tersebut masuk ke dalam  dan melepaskan rambut getarnya. Tetapi apabila tidak menemukan siput maka miraidia akan mati. Setelah mirasidia yang telah berada dalam tubuh siput berkembang menjadi sporokist, sporokist berkembang menjadi redia. Redia secara patenogenesis akan menghasilkan redia baru. Setelah itu terbentuklah serkaria ( sudah mempunyai mulut, 2 alat hisap, dan memiliki ekor ). Dengan adanya ekor, serkaria dapat keluar dari tubuh siput dan berenang dalam air dan kemudian melekat pada tumbuhan. Selanjutnya serkaria yang sudah melekat pada tumbuhan dapat membungkus dirinya dengan selaput. Selanjutnya serkaria yang sudah melekat pada tumbuhan dapat membungkus dirinya dengan selaput yang kuat menjadi siste yang disebut metaserkaria. Apabila metaserkaria terlepas dari tempat melekatnya maka akan mencemari tempat disekitarnya, dan termakan oleh  hewan ternak tersebut. Maka didalam tubuh hewan ternak tersebut terdapat cacing hati yang lama-kelamaan akan berkembang menjadi dewasa. Kemudian di dalam tubuh hewan ternak tadi mengandung telur, telur dilepaskan melalui fases, dan seterusnya.

VI.                KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Platyhelminthes terdiri dari 3 kelas yaitu: kelas tubelllaria, kelas trematoda, kelas cestoda.
2.      Platyhelminthes ada yang bersifat parasit atau hidup pada organisme lain, ada yang hidup bebas diperairan.
3.      Platyhelminthes memiliki ciri-ciri yaitu memiliki tubuh bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, dan mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas yaitu mempunyai arah: anterior-posterior dan arah dorsal-ventral, bersifat tripoblastis sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan yaitu eksodermis, endodermis, dan mesodermis
4.      Cacing Planaria sp merupakan contoh dari kelas tubellaria.
5.      Saluran pencernaan Planaria sp terdiri dari mulut, faring, dan usus, tidak mempunyai anus.
6.      Sistem saraf Planaria sp  adalah sistem saraf tangga tali.
7.      Sistem ekskresi Planaria sp  adalah melalui rongga yang terdapat pada permukaan tubuhnya.
8.      Sistem reproduksi secara seksual dan aseksual, aseksual dengan regenerasi dan seksual dengan fertilisasi.
9.      Cara gerak Planaria sp. adalah meluncur kedepan dan saat tubuhnya terbalik maka tubuhnya akan berputar dimana bagian dorsal akan keatas dan ventral ke bagian bawah.
10.  Cara makan Planaria sp. adalah dengan memasukkan mangsanya ke dalam mulut dan dikeluarkan melalui mulut lagi, karena saluran pencernaannya hanya terdiri dari mulut, faring, dan usus, tidak mempunyai anus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar